TheProperty-Developer

the property developer,ebook property, buku properti,property,property estate,real estate property,management property,commercial

Selasa, 22 Februari 2011

Kampar Join Pakar Korea Bangun Pusat Pengelolaan Limbah Sawit

Riauterkini-BANGKINANG-Masyarakat dan Cendikiawan Peduli lingkungan Korea yang tergabung dalam Kioka Korea akan segera membangun pusat pengolahan limbah kelapa sawit yang lokasinya dipusatkan di komplek Kampus Piltehnik Kampar (Polkam) dipinggir ruas jalan lingkar Bangkinang.

Kegiatan ini dalam bentuk kerjasama antara pihak Pemdakab Kampar dan pihak Koika Korea, dimana pihak Pemdakab Kampar akan menyalurkan dana sebesar lebih kurang Rp 4 miliar dan pihak Kioka Korea akan mengucurkan dana sebesar U$ 2.500.000.

‘’ Pembangunan pusat pengolahan limbah kelapa sawit tersebut sedikitnya ada empat tujuan yakni untuk kepentingan pendidikan (education), pemberdayaan masyarakat, kepentingan lingkungan (ekosistem) dan untuk tujuan komersial berupa produk yang dihasilkan dari pengolahan limbah kelapa sawit berupa produk utama yakni pupuk yang dapat diperjualbelikan,’’ungkap Bupati Kampar, Drs H Burhanuddin Husin, MM pada acara menerima kunjungan tamu dari Korea dalam rangka pembicaraan lanjutan kegiatan pembangunan pusat pengolahan limbah kelapa sawit pada lahan seluas 3000 meter persegi yang berada dilahan kompleks Polkam Kampar yang hingga setakat ini memiliki lahan seluas 22,5 Ha tersebut.

Bupati berharap kepada pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah mengolah buah sawit menjadi CPO untuk memberikan dukungan dalam bentuk menyediakan secara cuma-cuma limbah cair dari limbah pengolahan CPO. Termasuk kesediaan untuk menyediakan tandan buah sawit berupa ‘tangkus’ untuk bahan baku.

‘’ Kesediaan memberikan secara cuma-cuma limbah cair dan tangkus tersebut oleh masing-masing perusahaan atau PKS harus dibuat dalam bentuk tertulis untuk kelangsungan operasional pusat pengolahan limbah kelapa sawit tersebut, ‘’ tegas Burhanuddin.

Kelak apabila sudah beroperasi maka pusat pengolahan limbah kelapa sawit tersebut memerlukan bahan baku berupa 10 Ton limbah cair perhari, tangkus sawit 100 kg per hari, abu 50 kg per hari, dan dedak 100 kg per hari. Sedangkan produk yang dihasilkan perhari dalam bentuk pupuk minimal 2 Ton per hari.

‘’ Kedepan diharapkan Kampar akan menjadi pelopor dalam hal penyelamatan lingkungan seperti sungai yang selama ini ternyata banyak tercemar oleh limbah pabrik. Dan bila limbah pabrik berupa limbah cair dari hasil pengolahan CPO diolah kembali, maka pencemaran akibat limbah pabrik akan semakin dapat dikurangi dan bahkan pada saatnya kelak limbah pabrik yang mengikbatkan berbagai pencemaran lingkungan itu dapat dihilangkan sama sekali,’’ujar Burhanuddin.

Dalam pertemuan dan diskusi tersebut terungkap bahwa selama ini limbah cair dari hasil pengolahan CPO di PKS-PKS terbuang secara percuma dan menjadi limbah pabrik atau tepatnya limbah PKS, padahal limbah cair tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk. Produk biodiesel dan juga berupa biogas.

Hadir pada acara tersebut diantaranya Sekdakab Kampar, Drs H Zulher, MS, Kepala Bappeda Kampar, Ir H Nurahmi, MM, Kepala BLH Kampar, Drs M Yasir, MM, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kampar, Ir H Basri Rasyid, MT, Kadis Peridang Kampar, Hj Eliberti, SE, Direktur Polkam dan para dosen, Direktur PDAM Tirta Kampar, H Tasnur, SE, 4 orang wakil dari pihak Koika Korea dibawah pimpinan Bong-Jae Yoo yang juga team maneger Consulting Dept/International Developmen Dept- Seul-Korea, wakil dari PT Sinar Mas Group, PT Bangun Tenera Riau, PT Wahana Buana Lestari, PT Sewangi Sejati Luhur, PT Riau Kampar Sahabat Sejati, PT Arindo dan PT Karya Indratama.***(man)

Sumber : Riau Terkini

Rabu, 16 Februari 2011

Harga Ekspor CPO 2011 Diduga Naik Jadi US$900

MEDAN--MICOM: Harga rata-rata ekspor crude palm oil (CPO) tahun ini diperkirakan lebih tinggi dari 2010 atau mencapai US$900 per metrik ton.

"Harga rata-rata ekspor itu diperkirakan naik dengan perhitungan permintaan di pasar semakin tinggi di tengah produksi yang tidak mengalami lonjakan. Harga rata-rata CPO tahun lalu masih US$840 per metrik ton," kata Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun di Medan, Selasa (15/2).


Indonesia sendiri misalnya ditargetkan menghasilkan CPO 22,5 juta-22,8 juta ton dari 21,3 juta ton tahun lalu. Selain permintaan yang tinggi, harga CPO yang naik itu diduga dipicu kenaikan harga minyak mentah yang tren menguat, termasuk produksi minyak nabati lainnya seperti kedelai dan kanola.


"Melihat harga CPO yang terus menguat, harusnya pemerintah memberikan rangsangan yang lebih besar kepada petani, pengusaha kebun sawit, dan eksportir agar produksi dan ekspor bisa meningkat," katanya. Pemerintah sudah harus menghapus atau menurunkan pajak ekspor CPO itu.


Pemerintah juga harus memangkas berbagai biaya yang menjadi beban perusahaan agar harga jual bisa bersaing dan keinginan memproduksi produk jadi CPO semakin besar. "Pemerintah juga harus membantu dan berada di depan dalam menepis isu lingkungan yang masih terus berlangsung," katanya.



Oleh : Derom Bangun, (DMSI)

Sumber : Mediaindonesia

Bea Keluar CPO Tak Produktif


JAKARTA(SINDO) – Komisi VI DPR menilai,penerapan bea keluar atau pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang progresif berdampak negatif bagi pengembangan industri hilir CPO di dalam negeri.

Kebijakan BK CPO dinilai tidak sejalan terhadap penciptaan iklim investasi dan bisnis yang baik di industri hilir kelapa sawit. “Dalam kondisi persaingan ekonomi global yang semakin ketat seharusnya pemerintah berupaya menciptakan iklim investasi dan bisnis dalam negeri yang lebih baik.Namun,kenyataannya justru ada kebijakan-kebijakan disinsentif seperti bea keluar CPO progresif yang lebih banyak negatifnya bagi investasi dan bisnis,”tutur anggota Komisi VI DPR Erick Satya Wardhana seusai rapat dengar pendapat dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) di Jakarta belum lama ini.


Karena itu, sudah saatnya pemerintah meninjau ulang kebijakan bea keluar CPO progresif agar perkembangan industri hilir CPO di dalam negeri dapat berlangsung lebih alami.Pemerintah juga dinilai perlu merestrukturisasi bea keluar CPO menjadi lebih moderat agar Indonesia tidak kehilangan peluang ekspor di pasar global.


Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Emil Abeng menilai kebijakan bea keluar CPO progresif merupakan bentuk proteksi terselubung bagi industri dalam negeri yang tidak mendidik pelaku bisnis untuk mampu bersaing di pasar global secara alami.Sementara itu, Sekjen Apkasindo Asmar Arsyad dalam rapat itu mengatakan, bea keluar progresif merugikan petani karena akan memengaruhi harga tandan buah segar (TBS) sawit.


Para petani sawit tidak bisa mendapatkan harga penjualan TBS yang optimal sesuai kenaikan harga CPO di pasaran dunia,” tuturnya. Asmar menambahkan,bea keluar itu pun makin membebani produsen sawit yang dikenai banyak pungutan resmi maupun tidak resmi dalam proses produksinya. Senada dengannya, Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan mengatakan, kebijakan bea keluar CPO progresif itu sudah tidak tepat lagi karena melenceng dari tujuan awalnya untuk menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri.


“Sementara itu,tidak ada bukti BK progresif telah berhasil mendorong pengembangan industri hilir di dalam negeri,”tuturnya. Sejauh ini, menurut Fadhil, Gapki sudah menyampaikan usulan ke pemerintah soal penerapan BK flat 3% ketika harga CPO di atas USD700/ton.Dia yakin pola ini bisa menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri dan mendorong hilirisasi industri kelapa sawit.


Sebelumnya, saat berkunjung ke SINDO, Sekretaris Jenderal Gapki Joko Supriyono mengatakan bahwa produsen berharap pemerintah lebih serius mendukung industri sawit nasional. Keberpihakan pemerintah dibutuhkan untuk membuat industri sawit di Tanah Air terus berkembangan, dan mengokohkan posisi Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit mentah di dunia. Joko Supriyono mengungkapkan, selama ini sumbangan industri sawit bagi perekonomian nasional sangat besar.


“Tahun lalu saja ekspor CPO kita mencapai USD16 miliar atau 11-12% dari produk domestik bruto (PDB),”ujarnya. Selain itu, dengan hampir 7,9 hektare kebun kelapa sawit yang tersebar di seluruh Indonesia, industri ini menjadi tumpuan bagi hampir 3 juta tenaga kerja.Karena itu, sikap pemerintah yang terkesan tidak mendukung industri sawit nasional dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri, patut disesalkan.


Di sisi lain,Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengatakan,harga rata-rata ekspor CPO tahun ini diperkirakan lebih tinggi daripada 2010,yang mencapai USD900/metrik ton. Karena itu, pemerintah harus memangkas berbagai biaya yang menjadi beban produsen agar keinginan memproduksi produk jadi CPO semakin besar.



Oleh : Erick Satya Wardhana, Komisi VI DPR

Sumber : Seputar-indonesia