TheProperty-Developer

the property developer,ebook property, buku properti,property,property estate,real estate property,management property,commercial

Kamis, 30 Desember 2010

Industri Hilir CPO Butuh Insentif

[08:23:15 30/12/2010] JAKARTA: Industri hiliri crude palm oil (CPO) perlu mendapatkan insentif agar dapat menyerap bahan baku lebih banyak sehingga eksportir tidak kehilangan kesempatan ekspor dengan sia-sia.

Karena itu, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian perlu bersinergi agar pemberlakuan bea keluar (BK) mendorong suplai bahan baku industri hilir dalam negeri tanpa merugikan pihak eksportir.


"Tugas Kemenperin [Kementerian Perindustrian] untuk hilirisasi. Sebab pengembangan industri dalam negeri harus didorong. Maka harus ada insentif agar orang tidak mendirikan pabrik di luar negeri,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh saat ditemui di Auditorium BPK, Jakarta, hari ini.


Menurut Deddy, jangan sampai Kementerian Perdagangan sudah mendorong untuk pengadaan suplai dalam negeri melalui BK, tetapi industri hilir tidak menyerap suppai tersebut sehingga terjadi kerugian bagi pihak eksportir.


"Karena itu, yang terpenting untuk saat ini adalah jangan sampai value added bagi produk CPO diterima oleh produsen luar negeri, yang dapat berakibat pada tidak berkembangnya industri dalam negeri," ujarnya.


Deddy menjelaskan saat ini harga minyak dunia yang merangkak naik menyebabkan tertariknya haga komoditas, termasuk CPO ke level tinggi. Perkara tersebut membuat ekportir gencar menjual CPO keluar negeri.


Oleh sebab itu, Deddy berharap pemberlakuan BK dapat menahan laju ekspor agar CPO dapat diserap oleh pasar dalam negeri. “BK pun sedang dikaji lagi apakah BK diberlakukan seperti sekarang atau seperti yang diminta asosiasi, adanya BK yang flat. Kami sedang lakukan kajian, mana yang bagus, yang menguntungkan semua pihak,” tambahnya.


Namun demikian, Deddy mengakui tidak memiliki kebijakan khusus, selain BK, untuk menahan gejolak harga seperti saat ini. “Belum ada rencana untuk bikin kebijakan. Harus dikaji dulu,” ungkap dia.


Hal itu dikarenakan tidak ada masukan dari produsen dalam negeri baik mengenai kelangkaan maupun tingginya harga CPO. “Buktinya minyak goreng tidak terlalu bergejolak,” imbuh Deddy.


Oleh : Deddy Saleh, Dirjen.perdag. Kemendag

Rabu, 21 Juli 2010

Skema Pengolahan Sawit

Bea Keluar CPO Tetap

JAKARTA: Kementerian Perdagangan menetapkan bea keluar minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk pengapalan selama Juni sebesar 4,5%, menyusul harga rata-rata di CIF Rotterdam US$825,03 per ton.

Direktur Eskekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengatakan bea keluar itu sama dengan bulan ini 4,5%. Bea keluar 4,5% dan kampanye hitam minyak kelapa sawit, kata dia, tidak begitu berpengaruh dalam pengapalan komoditas tersebut. (Bisnis/sep)

Oleh : Gapki, Fadhil Hasan
Sumber : Bisnis

Selasa, 06 Juli 2010

Mentan: Importir harus hargai standar sawit RI

JAKARTA (Bisnis.com): Menteri Pertanian Suswono mengharapkan negara importir minyak sawit (crude palm oil/CPO) harus menghargai Standar Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) yang akan diimplementasikan oleh Indonesia.

Standardisasi tersebut diharapkan sekaligus merupakan pengakuan dari negara importir atas pelestarian lingkungan yang dilakukan Indonesia, sehingga tidak perlu membuat kalangan swasta meninjau kontrak pembelian CPO dari dalam negeri, dengan alasan khawatir dituduh tidak prolingkungan.


"Kita akan komitmen dengan aspek yang terkait persoalan kelestarian lingkungan. Kita harapkan negara importir harus menghargai apa yang dilakukan Indonesia dengan ISPO," kata Suswono kepada pers di Istana Presiden, hari ini.


Dia mengakui beberapa negara, khususnya kalangan swasta, karena isu lingkungan yang dihembuskan LSM bahwa minyak sawit Indonesia dalam produksinya tidak ramah lingkungan, kemudian mengambil keputusan untuk meninjau kontrak pembelian CPO dari Indonesia, di antaranya adalah Unilever dan Nestle.


Di Eropa sendiri, jelasnya, menerapkan Rountable on Sustainable on Palm Oil. Namun kenyataannya aturan RSPO tersebut berjalan sendiri sendiri pada setiap negara atau tidak satu kesatuan. Oleh karena itu, Indonesia sendiri punya standardisasi yang dikenal dengan ISPO.


Standardisasi ISPO yang menjadi acuan tersebut, ujarnya, juga diharapkan akan diperkuat dengan pembentukan tim independen untuk mengkaji tuduhan tidak pro lingkungannya produksi CPO di dalam negeri seperti yang dikemukakan LSM.


"Tentu kita harapkan semua mematuhi tim independen. Kalau kajian benar, mestinya baik Unilever maupun Nestle tidak perlu ragu untuk membeli CPO dari Indonesia," kata Suswono.

Senin, 28 Juni 2010

Animo Masyarakat Berkebun Sawit Tidak Turun

PEKANBARU (RiauInfo) - Meski pernah harga tandan buah segar (TBS) terjun bebas ke tingkat paling rendah, ternyata tak pernah membuat minat masyarakat untuk berkebun sawit mengendor. Malah animo masyarakat untuk sektor ini terus saja meningkat.

Hal itu diakui Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perekebunan Dinas Perkbunan Riau, Ferry HC kepada RiauInfo, Sabtu (13/2) di Pekanbaru. Menurut dia, sampai kini animo masyarakat untuk berkebun kelapa sawit masih tetap tinggi.

Anjloknya harga sawit beberapa waktu lalu hanya sempat membuat para petani sawit kawatir terhadap kondisi itu, namun tidak sempat membuat mereka patah semangat. Bahkan saat ini animo masyarakat untuk berkebun sawit makin meningkat.

Hal ini, menurut dia, disebaban harga TBS sawit terus membaik seiring dengan semakin membaiknya harga CPO di pasar dunia. "Kita berharap harga CPO di pasar dunia terus membaik, sehingga harga TBS sawit juga semakin membaik," tambah dia.(ad)

Rabu, 23 Juni 2010

Harga TBS Sawit Turun Tipis, Petani Mulai Resah

PEKANBARU- Tiga pekan belakangan ini, Harga Tandan Buah Segar (TBS) mengalami penurunan harga sebesar Rp16,05. Penurunan ini disebabkan harga CPO di pasar dunia juga mengalami penurunan sekitar lima persen. Di samping itu juga komditi minyak nabati mengalami kenaikan akibat menurunya harga CPO.

Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Riau Ferry HC Pekanbaru, meskipun harga minyak di pasar dunia mengalami kenaikan, namun tidak berdampak pada harga CPO.

"Idealnya jika harga di pasar dunia mengalami kenaikan, CPO juga ikut naik, namun kejadiannya sekarang berbeda, yaitu harga CPO juga mengalami penurunan," kata Ferry HC di Pekanbaru.

Penurunan harga ini mempengaruhi pendapatan para petani sawit. Apalagi penurunan sudah berlangsung tiga minggu dan belum ada gejala akan menjadi normal.

"Dan khusus bagi industri, penurunan sekecil apapun harga TBS tentu mempengaruhi, karena industri orientasinya adalah bisnis," katanya.

Maka dari itu harap Ferry penurunan TBS ini hendaknya jangan berlanjut, melainkan ada perubahan kenaikan yang berimbas pada keuntungan pada petani. Para petani di perkebunan mengaku mulai resah. Sebab, penurunan berdampak langsung pada berkurangnya pendapatan petani sawit yang menggantungkan hidupnya dari perkebunan tersebut.
(*3/fuz/jpnn)

Sumber JPPN

Senin, 21 Juni 2010

CPO Ditargetkan Likuid Dalam 2 Tahun. La Nina berisiko Ganggu Produksi Indonesia dan Malaysia

JAKARTA: Bappebti menargetkan transaksi kontrak berjangka komoditas di Indonesia bisa likuid dalam 2 tahun ke depan, sehingga negeri ini bisa menjadi rujukan harga CPO internasional.

Likuiditas kontrak CPO itu di antaranya bisa diwujudkan melalui transaksi di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) yang diharapkan mencapai 2.000-2.500 lot per hari dalam 2 tahun ke depan.


Pada saat ini, Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) di dunia, tetapi belum mampu menjadi penentu harga komoditas tropis tersebut. Pelaku bisnis masih berkiblat kepada pembentukan harga CPO di bursa Malaysia dan Rotterdam.


Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Deddy Saleh mengatakan BKDI diharapkan dapat menghasilkan transaksi CPO yang likuid agar Jakarta bisa ikut mengendalikan pembentukan harga tersebut. Target transaksi di pasar CPO sampai dengan 2.500 lot per hari itu lebih rendah dari ambisi manajemen bursa komoditas kedua di Tanah Air itu.


"Kalau BKDI menargetkan 10.000 lot per hari untuk bisa dinyatakan likuid," kata Deddy kepada Bisnis di Jakarta kemarin.


BKDI meluncurkan kontrak berjangka CPO dalam denominasi rupiah (CPOTR) pada 21 Mei. Pada hari pertama peluncuran kontrak itu, BKDI baru mampu menjaring transaksi sekitar 115 lot (1 lot setara dengan 10 ton CPO).


Sepanjang pekan ini, volume transaksi di BKDI cenderung meningkat pada Senin masih sekitar 281 lot, Selasa sebanyak 306 lot, sedangkan transaksi pada Rabu mencapai 324 lot. Namun, pada perdagangan kemarin hingga pukul 15.00 WIB baru terjadi 225 lot.


Direktur Utama BKDI Megain Wijaya mengatakan pihaknya menargetkan volume transaksi CPOTR mencapai 1.000 lot per hari pada tahun ini. Dia optimistis target tersebut dapat tercapai karena didukung oleh anggota bursa yang mayoritas terdiri dari perusahaan yang bergerak di industri minyak sawit.


BKDI mengklaim volume perdagangan CPOTR di dalam negeri justru menguat pada saat harga minyak sawit mentah di luar negeri cenderung rendah. Pelemahan harga minyak mentah beberapa waktu lalu membuat CPO, dianggap sebagai salah satu bahan baku biofuel terbaik, ikut terkoreksi.


Pada perdagangan kemarin, harga minyak sawit di bursa komoditas Malaysia membaik setelah terhempas ke level terendah dalam 7 bulan terakhir. Harga CPO kemarin naik 0,8% menjadi RM2.398 atau setara dengan US$736 per ton.


Harga komoditas itu sempat menyentuh RM2.369 per ton yang merupakan level terendah sejak 20 November. Sepanjang tahun ini, CPO ditransaksikan turun sekitar 11% di bursa komoditas Malaysia.


Adapun, harga minyak sawit mentah pengiriman September di BKDI, menjadi kontrak teraktif diperdagangkan, juga turun 10 poin menjadi Rp6.465 per kg.


Produksi turun


Nilai kontrak CPO ditransaksikan naik di tengah spekulasi La Nina akan menyelimuti Indonesia dan Malaysia. Produksi CPO dari dua negara produsen utama komoditas itu juga sempat terancam turun akibat El Nino.


Peningkatan harga juga dinikmati pemegang kontrak kedelai, pesaing utama CPO dalam produksi biofuel. Harga minyak kedelai pengiriman Agustus di Chicago naik 0,5% menjadi US$0,39 per pound (1 pound setara dengan 0,45 kg).


Pada saat ini, harga minyak kedelai lebih mahal sekitar US$125,61 per ton dibandingkan dengan CPO. Kedelai diprediksi menapaki tren penurunan harga tertekan prospek kenaikan produksi pada tahun ini.


Koreksi harga CPO ini seiring terpangkasnya harga minyak mentah setelah pemerintah AS mengeluarkan data kenaikan pasokan minyak mentah periode sepekan lalu, serta penurunan data penjualan rumah, sehingga menambah kekhawatiran bahwa pemulihan ekonomi melambat, dan akan mengurangi konsumsi minyak.


Sebelum isu La Nina membuat cemas sebagian pelaku pasar, kontrak CPO diperdagangkan lebih rendah dari penutupan harga sehari sebelumnya. Pelemahan harga minyak mentah menjadi penyebab utama penurunan harga komoditas tersebut. (Lutfi Zaenudin) (berliana.elisabeth@bisnis.co.id)


Oleh : Deddy Saleh (Bappebti)

Sumber : Bisnis Indonesia

Kamis, 17 Juni 2010

Gejala Kekurangan Unsur Hara pada Kelapa Sawit



Defisiensi N

PERANAN UNSUR HARA
Nitrogen

• Penyusunan protein, klorofil dan
berperanan terhadap fotosintesa
• Kekurangan Nitrogen menyebabkan daun berwarna kuning pucat dan menghambat pertumbuhan.
• Kelebihan Nitrogen menyebabkan daun lemah dan rentan terhadap penyakit/hama, kekahatan
Boron, White Stripe dan berkurangnya buah jadi.


GEJALA UMUM KEKURANGAN UNSUR HARA

Kekurangan nitrogen (N):

Nitirogen merupakan unsur mobil didalam tanaman, oleh karena itu gejala
kekurangannya akan dimulai pada daun-daun yang lebih tua.

Gejalanya : Berupa menguningnya daun. Kadang-kadang disertai dengan berubahnya warna daun menjadi kemerahan sebagai akibat terbentuknya “anthocyanin”.:

Upaya : Aplikasi secara merata di piringan,Tambah Urea pada tanaman kelapa sawit, aplikasi Nitrogen pada kondisi tanah lembab, kendalikan gulma.

Kekurangan Fosfor (P) :

Kekurangan fosfor akan memicu rontoknya daun. Sebelumnya daun
menunjukkan gejala muculnya warna kemerahan atau keunguan sebagai akibat
pembentukan anthocyanin.

Penyusun ADP/ATP, memperkuat batang dan merangsang perkembangan akar serta memperbaiki mutu buah
• Kekurangan P sulit dikenali, menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, pelepah memendek dan batang meruncing.

• Indikasi kekurangan P : Daun alang-alang berwarna ungu, LCC sulit tumbuh dengan bintil akar yang sedikit.

• Penyebab defisiensi P : P tanah rendah ( <>ererosi, kurangnya pupuk P dan kemasaman tanah tinggi.

• Upaya : Aplikasi P dipinggir piringan/gawangan, kurangi erosi, tingkatkan status P tanah, dan perbaiki kemasaman tanah.



Defisiensi K

Kekurangan Kalium (K) :

Kekurangan Kalium ditandai dengan munculnya bercak-bercak kuning pada daun, diikuti dengan
mati/”mengeringnya” ujung dan pinggiran daun. Kejadian ini dimulai dari
bagian tanaman yang lebih tua.

• Aktifitas stomata, aktifitas enzim dan sintesa minyak. Meningkatkan ketahanan terhadap penyakit serta jumlah dan ukuran tandan.

• Kekurangan K menyebabkan bercak kuning/transparan, white stripe, daun tua kering dan mati.

• Kekurangan K berasosiasi dengan munculnya penyakit seperti Ganoderma.

• Kelebihan K merangsang gejala kekurangan B sehingga rasio minyak terhadap tandan menurun.

• Penyebab kekuranga
n K : K didalam tanah rendah, kurangnya pupuk K, kemasaman tanah tinggi dengan kemampuan tukar kation rendah.

• Upaya : Aplikasi K yang cukup, aplikasi tandan kelapa sawit, perbaiki kemampuan tukar kation tanah dan aplikasi pupuk K pada pinggir piringan.



Defisiensi Mg

Kekurangan Magnesium (Mg) :

Kekurangan Magnesium ditunjukkan oleh muculnya bercak-bercak berwarna kuning pada daun. Dimulai pada daun-daun yang lebih tua kemudian diikuti pada daun-daun lebih muda.

• Penyusun klorofil, dan berperanan dalam respirasi tanaman, maupun pengaktifan enzim.

• Kekurangan Mg menyebabkan daun tua berwarna hijau kekuningan pada sisi yang terkena sinar matahari, kuning kecoklatan lalu kering.

• Penyebab defisiensi Mg : Rendahnya Mg didalam tanah, kurangnya aplikasi Mg, ketidak seimbangan Mg dengan kation lain, curah hujan tinggi ( > 3.500 mm/tahun ), tekstur pasir dengan top soil
tipis.

• Upaya : Rasio Ca/Mg dan Mg/K tanah agar tidak melebihi 5 dan 1,2, aplikasi tandan kelapa sawit, gunakan Dolomit jika kemasaman tinggi, pupuk ditabur pada pinggir piringan.


Defisiensi B

Kekurangan Boron (B) :

Kekurangan Boron titik tumbuh mati. Tanaman selanjutnya akan membentuk tunas samping,
yang kemudian akan mati pula dengan cepat.

• Meristimatik tanaman, sintesa gula dan karbohidrat, metabolisme asam nukleat dan protein.

• Kekurangan Boron menyebabkan ujung daun tidak normal, rapuh dan berwarna hijau gelap, daun yang baru tumbuh memendek sehingga bagian atas tanaman terlihat merata.

• Penyebab defisiensi Boron : Rendahnya B tanah, tingginya aplikasi N, K dan Ca.

• Upaya : Aplikasi 0,1 - 0,2 kg/pohon/tahun pada pangkal batang.