TheProperty-Developer

the property developer,ebook property, buku properti,property,property estate,real estate property,management property,commercial

Senin, 28 Juni 2010

Animo Masyarakat Berkebun Sawit Tidak Turun

PEKANBARU (RiauInfo) - Meski pernah harga tandan buah segar (TBS) terjun bebas ke tingkat paling rendah, ternyata tak pernah membuat minat masyarakat untuk berkebun sawit mengendor. Malah animo masyarakat untuk sektor ini terus saja meningkat.

Hal itu diakui Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perekebunan Dinas Perkbunan Riau, Ferry HC kepada RiauInfo, Sabtu (13/2) di Pekanbaru. Menurut dia, sampai kini animo masyarakat untuk berkebun kelapa sawit masih tetap tinggi.

Anjloknya harga sawit beberapa waktu lalu hanya sempat membuat para petani sawit kawatir terhadap kondisi itu, namun tidak sempat membuat mereka patah semangat. Bahkan saat ini animo masyarakat untuk berkebun sawit makin meningkat.

Hal ini, menurut dia, disebaban harga TBS sawit terus membaik seiring dengan semakin membaiknya harga CPO di pasar dunia. "Kita berharap harga CPO di pasar dunia terus membaik, sehingga harga TBS sawit juga semakin membaik," tambah dia.(ad)

Rabu, 23 Juni 2010

Harga TBS Sawit Turun Tipis, Petani Mulai Resah

PEKANBARU- Tiga pekan belakangan ini, Harga Tandan Buah Segar (TBS) mengalami penurunan harga sebesar Rp16,05. Penurunan ini disebabkan harga CPO di pasar dunia juga mengalami penurunan sekitar lima persen. Di samping itu juga komditi minyak nabati mengalami kenaikan akibat menurunya harga CPO.

Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Riau Ferry HC Pekanbaru, meskipun harga minyak di pasar dunia mengalami kenaikan, namun tidak berdampak pada harga CPO.

"Idealnya jika harga di pasar dunia mengalami kenaikan, CPO juga ikut naik, namun kejadiannya sekarang berbeda, yaitu harga CPO juga mengalami penurunan," kata Ferry HC di Pekanbaru.

Penurunan harga ini mempengaruhi pendapatan para petani sawit. Apalagi penurunan sudah berlangsung tiga minggu dan belum ada gejala akan menjadi normal.

"Dan khusus bagi industri, penurunan sekecil apapun harga TBS tentu mempengaruhi, karena industri orientasinya adalah bisnis," katanya.

Maka dari itu harap Ferry penurunan TBS ini hendaknya jangan berlanjut, melainkan ada perubahan kenaikan yang berimbas pada keuntungan pada petani. Para petani di perkebunan mengaku mulai resah. Sebab, penurunan berdampak langsung pada berkurangnya pendapatan petani sawit yang menggantungkan hidupnya dari perkebunan tersebut.
(*3/fuz/jpnn)

Sumber JPPN

Senin, 21 Juni 2010

CPO Ditargetkan Likuid Dalam 2 Tahun. La Nina berisiko Ganggu Produksi Indonesia dan Malaysia

JAKARTA: Bappebti menargetkan transaksi kontrak berjangka komoditas di Indonesia bisa likuid dalam 2 tahun ke depan, sehingga negeri ini bisa menjadi rujukan harga CPO internasional.

Likuiditas kontrak CPO itu di antaranya bisa diwujudkan melalui transaksi di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) yang diharapkan mencapai 2.000-2.500 lot per hari dalam 2 tahun ke depan.


Pada saat ini, Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) di dunia, tetapi belum mampu menjadi penentu harga komoditas tropis tersebut. Pelaku bisnis masih berkiblat kepada pembentukan harga CPO di bursa Malaysia dan Rotterdam.


Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Deddy Saleh mengatakan BKDI diharapkan dapat menghasilkan transaksi CPO yang likuid agar Jakarta bisa ikut mengendalikan pembentukan harga tersebut. Target transaksi di pasar CPO sampai dengan 2.500 lot per hari itu lebih rendah dari ambisi manajemen bursa komoditas kedua di Tanah Air itu.


"Kalau BKDI menargetkan 10.000 lot per hari untuk bisa dinyatakan likuid," kata Deddy kepada Bisnis di Jakarta kemarin.


BKDI meluncurkan kontrak berjangka CPO dalam denominasi rupiah (CPOTR) pada 21 Mei. Pada hari pertama peluncuran kontrak itu, BKDI baru mampu menjaring transaksi sekitar 115 lot (1 lot setara dengan 10 ton CPO).


Sepanjang pekan ini, volume transaksi di BKDI cenderung meningkat pada Senin masih sekitar 281 lot, Selasa sebanyak 306 lot, sedangkan transaksi pada Rabu mencapai 324 lot. Namun, pada perdagangan kemarin hingga pukul 15.00 WIB baru terjadi 225 lot.


Direktur Utama BKDI Megain Wijaya mengatakan pihaknya menargetkan volume transaksi CPOTR mencapai 1.000 lot per hari pada tahun ini. Dia optimistis target tersebut dapat tercapai karena didukung oleh anggota bursa yang mayoritas terdiri dari perusahaan yang bergerak di industri minyak sawit.


BKDI mengklaim volume perdagangan CPOTR di dalam negeri justru menguat pada saat harga minyak sawit mentah di luar negeri cenderung rendah. Pelemahan harga minyak mentah beberapa waktu lalu membuat CPO, dianggap sebagai salah satu bahan baku biofuel terbaik, ikut terkoreksi.


Pada perdagangan kemarin, harga minyak sawit di bursa komoditas Malaysia membaik setelah terhempas ke level terendah dalam 7 bulan terakhir. Harga CPO kemarin naik 0,8% menjadi RM2.398 atau setara dengan US$736 per ton.


Harga komoditas itu sempat menyentuh RM2.369 per ton yang merupakan level terendah sejak 20 November. Sepanjang tahun ini, CPO ditransaksikan turun sekitar 11% di bursa komoditas Malaysia.


Adapun, harga minyak sawit mentah pengiriman September di BKDI, menjadi kontrak teraktif diperdagangkan, juga turun 10 poin menjadi Rp6.465 per kg.


Produksi turun


Nilai kontrak CPO ditransaksikan naik di tengah spekulasi La Nina akan menyelimuti Indonesia dan Malaysia. Produksi CPO dari dua negara produsen utama komoditas itu juga sempat terancam turun akibat El Nino.


Peningkatan harga juga dinikmati pemegang kontrak kedelai, pesaing utama CPO dalam produksi biofuel. Harga minyak kedelai pengiriman Agustus di Chicago naik 0,5% menjadi US$0,39 per pound (1 pound setara dengan 0,45 kg).


Pada saat ini, harga minyak kedelai lebih mahal sekitar US$125,61 per ton dibandingkan dengan CPO. Kedelai diprediksi menapaki tren penurunan harga tertekan prospek kenaikan produksi pada tahun ini.


Koreksi harga CPO ini seiring terpangkasnya harga minyak mentah setelah pemerintah AS mengeluarkan data kenaikan pasokan minyak mentah periode sepekan lalu, serta penurunan data penjualan rumah, sehingga menambah kekhawatiran bahwa pemulihan ekonomi melambat, dan akan mengurangi konsumsi minyak.


Sebelum isu La Nina membuat cemas sebagian pelaku pasar, kontrak CPO diperdagangkan lebih rendah dari penutupan harga sehari sebelumnya. Pelemahan harga minyak mentah menjadi penyebab utama penurunan harga komoditas tersebut. (Lutfi Zaenudin) (berliana.elisabeth@bisnis.co.id)


Oleh : Deddy Saleh (Bappebti)

Sumber : Bisnis Indonesia

Kamis, 17 Juni 2010

Gejala Kekurangan Unsur Hara pada Kelapa Sawit



Defisiensi N

PERANAN UNSUR HARA
Nitrogen

• Penyusunan protein, klorofil dan
berperanan terhadap fotosintesa
• Kekurangan Nitrogen menyebabkan daun berwarna kuning pucat dan menghambat pertumbuhan.
• Kelebihan Nitrogen menyebabkan daun lemah dan rentan terhadap penyakit/hama, kekahatan
Boron, White Stripe dan berkurangnya buah jadi.


GEJALA UMUM KEKURANGAN UNSUR HARA

Kekurangan nitrogen (N):

Nitirogen merupakan unsur mobil didalam tanaman, oleh karena itu gejala
kekurangannya akan dimulai pada daun-daun yang lebih tua.

Gejalanya : Berupa menguningnya daun. Kadang-kadang disertai dengan berubahnya warna daun menjadi kemerahan sebagai akibat terbentuknya “anthocyanin”.:

Upaya : Aplikasi secara merata di piringan,Tambah Urea pada tanaman kelapa sawit, aplikasi Nitrogen pada kondisi tanah lembab, kendalikan gulma.

Kekurangan Fosfor (P) :

Kekurangan fosfor akan memicu rontoknya daun. Sebelumnya daun
menunjukkan gejala muculnya warna kemerahan atau keunguan sebagai akibat
pembentukan anthocyanin.

Penyusun ADP/ATP, memperkuat batang dan merangsang perkembangan akar serta memperbaiki mutu buah
• Kekurangan P sulit dikenali, menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, pelepah memendek dan batang meruncing.

• Indikasi kekurangan P : Daun alang-alang berwarna ungu, LCC sulit tumbuh dengan bintil akar yang sedikit.

• Penyebab defisiensi P : P tanah rendah ( <>ererosi, kurangnya pupuk P dan kemasaman tanah tinggi.

• Upaya : Aplikasi P dipinggir piringan/gawangan, kurangi erosi, tingkatkan status P tanah, dan perbaiki kemasaman tanah.



Defisiensi K

Kekurangan Kalium (K) :

Kekurangan Kalium ditandai dengan munculnya bercak-bercak kuning pada daun, diikuti dengan
mati/”mengeringnya” ujung dan pinggiran daun. Kejadian ini dimulai dari
bagian tanaman yang lebih tua.

• Aktifitas stomata, aktifitas enzim dan sintesa minyak. Meningkatkan ketahanan terhadap penyakit serta jumlah dan ukuran tandan.

• Kekurangan K menyebabkan bercak kuning/transparan, white stripe, daun tua kering dan mati.

• Kekurangan K berasosiasi dengan munculnya penyakit seperti Ganoderma.

• Kelebihan K merangsang gejala kekurangan B sehingga rasio minyak terhadap tandan menurun.

• Penyebab kekuranga
n K : K didalam tanah rendah, kurangnya pupuk K, kemasaman tanah tinggi dengan kemampuan tukar kation rendah.

• Upaya : Aplikasi K yang cukup, aplikasi tandan kelapa sawit, perbaiki kemampuan tukar kation tanah dan aplikasi pupuk K pada pinggir piringan.



Defisiensi Mg

Kekurangan Magnesium (Mg) :

Kekurangan Magnesium ditunjukkan oleh muculnya bercak-bercak berwarna kuning pada daun. Dimulai pada daun-daun yang lebih tua kemudian diikuti pada daun-daun lebih muda.

• Penyusun klorofil, dan berperanan dalam respirasi tanaman, maupun pengaktifan enzim.

• Kekurangan Mg menyebabkan daun tua berwarna hijau kekuningan pada sisi yang terkena sinar matahari, kuning kecoklatan lalu kering.

• Penyebab defisiensi Mg : Rendahnya Mg didalam tanah, kurangnya aplikasi Mg, ketidak seimbangan Mg dengan kation lain, curah hujan tinggi ( > 3.500 mm/tahun ), tekstur pasir dengan top soil
tipis.

• Upaya : Rasio Ca/Mg dan Mg/K tanah agar tidak melebihi 5 dan 1,2, aplikasi tandan kelapa sawit, gunakan Dolomit jika kemasaman tinggi, pupuk ditabur pada pinggir piringan.


Defisiensi B

Kekurangan Boron (B) :

Kekurangan Boron titik tumbuh mati. Tanaman selanjutnya akan membentuk tunas samping,
yang kemudian akan mati pula dengan cepat.

• Meristimatik tanaman, sintesa gula dan karbohidrat, metabolisme asam nukleat dan protein.

• Kekurangan Boron menyebabkan ujung daun tidak normal, rapuh dan berwarna hijau gelap, daun yang baru tumbuh memendek sehingga bagian atas tanaman terlihat merata.

• Penyebab defisiensi Boron : Rendahnya B tanah, tingginya aplikasi N, K dan Ca.

• Upaya : Aplikasi 0,1 - 0,2 kg/pohon/tahun pada pangkal batang.

Kawanan Gajah Liar Masuk Perkampungan

Kawanan gajah yang masuk ke perkampungan dan perkebunan masyarakat di daerah desa petani kec. mandau - Duri.

Akibat seringnya kawanan gajah yang masuk ke areal perkebunan dan pemukiman warga menjadikan warga dan petani setempat menjadi resah akibat tanaman pertanian menjadi rusak dan dimakan oleh kawanan gajah tersebut, apalagi kawanan gajah liar ini beberapa waktu yang lalu telah sempat memakan korban.

Upaya dari masyarakat setempat tidak berpengaruh untuk mengusir kawanan gajah ini keluar dari areal mereka karena hanya menggunakan cara manual untuk mengusirnya.

Tim pelatihan gajah dan tim kehutanan setempat yang mendatangkan pawang dan gajah latih untuk mengusir kawanan gajah liar ini juga tidak membuahkan hasil, akibatnya kawanan gajah liar tersebut hanya berkeliling disekitar kawasan pemukiman dan perkampungan warga yang menjadikan warga makin resah.

SEJARAH KELAPA SAWIT

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor.


Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia). Bididaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.


Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.


Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.


Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN).