TheProperty-Developer

the property developer,ebook property, buku properti,property,property estate,real estate property,management property,commercial

Senin, 21 Juni 2010

CPO Ditargetkan Likuid Dalam 2 Tahun. La Nina berisiko Ganggu Produksi Indonesia dan Malaysia

JAKARTA: Bappebti menargetkan transaksi kontrak berjangka komoditas di Indonesia bisa likuid dalam 2 tahun ke depan, sehingga negeri ini bisa menjadi rujukan harga CPO internasional.

Likuiditas kontrak CPO itu di antaranya bisa diwujudkan melalui transaksi di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) yang diharapkan mencapai 2.000-2.500 lot per hari dalam 2 tahun ke depan.


Pada saat ini, Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) di dunia, tetapi belum mampu menjadi penentu harga komoditas tropis tersebut. Pelaku bisnis masih berkiblat kepada pembentukan harga CPO di bursa Malaysia dan Rotterdam.


Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Deddy Saleh mengatakan BKDI diharapkan dapat menghasilkan transaksi CPO yang likuid agar Jakarta bisa ikut mengendalikan pembentukan harga tersebut. Target transaksi di pasar CPO sampai dengan 2.500 lot per hari itu lebih rendah dari ambisi manajemen bursa komoditas kedua di Tanah Air itu.


"Kalau BKDI menargetkan 10.000 lot per hari untuk bisa dinyatakan likuid," kata Deddy kepada Bisnis di Jakarta kemarin.


BKDI meluncurkan kontrak berjangka CPO dalam denominasi rupiah (CPOTR) pada 21 Mei. Pada hari pertama peluncuran kontrak itu, BKDI baru mampu menjaring transaksi sekitar 115 lot (1 lot setara dengan 10 ton CPO).


Sepanjang pekan ini, volume transaksi di BKDI cenderung meningkat pada Senin masih sekitar 281 lot, Selasa sebanyak 306 lot, sedangkan transaksi pada Rabu mencapai 324 lot. Namun, pada perdagangan kemarin hingga pukul 15.00 WIB baru terjadi 225 lot.


Direktur Utama BKDI Megain Wijaya mengatakan pihaknya menargetkan volume transaksi CPOTR mencapai 1.000 lot per hari pada tahun ini. Dia optimistis target tersebut dapat tercapai karena didukung oleh anggota bursa yang mayoritas terdiri dari perusahaan yang bergerak di industri minyak sawit.


BKDI mengklaim volume perdagangan CPOTR di dalam negeri justru menguat pada saat harga minyak sawit mentah di luar negeri cenderung rendah. Pelemahan harga minyak mentah beberapa waktu lalu membuat CPO, dianggap sebagai salah satu bahan baku biofuel terbaik, ikut terkoreksi.


Pada perdagangan kemarin, harga minyak sawit di bursa komoditas Malaysia membaik setelah terhempas ke level terendah dalam 7 bulan terakhir. Harga CPO kemarin naik 0,8% menjadi RM2.398 atau setara dengan US$736 per ton.


Harga komoditas itu sempat menyentuh RM2.369 per ton yang merupakan level terendah sejak 20 November. Sepanjang tahun ini, CPO ditransaksikan turun sekitar 11% di bursa komoditas Malaysia.


Adapun, harga minyak sawit mentah pengiriman September di BKDI, menjadi kontrak teraktif diperdagangkan, juga turun 10 poin menjadi Rp6.465 per kg.


Produksi turun


Nilai kontrak CPO ditransaksikan naik di tengah spekulasi La Nina akan menyelimuti Indonesia dan Malaysia. Produksi CPO dari dua negara produsen utama komoditas itu juga sempat terancam turun akibat El Nino.


Peningkatan harga juga dinikmati pemegang kontrak kedelai, pesaing utama CPO dalam produksi biofuel. Harga minyak kedelai pengiriman Agustus di Chicago naik 0,5% menjadi US$0,39 per pound (1 pound setara dengan 0,45 kg).


Pada saat ini, harga minyak kedelai lebih mahal sekitar US$125,61 per ton dibandingkan dengan CPO. Kedelai diprediksi menapaki tren penurunan harga tertekan prospek kenaikan produksi pada tahun ini.


Koreksi harga CPO ini seiring terpangkasnya harga minyak mentah setelah pemerintah AS mengeluarkan data kenaikan pasokan minyak mentah periode sepekan lalu, serta penurunan data penjualan rumah, sehingga menambah kekhawatiran bahwa pemulihan ekonomi melambat, dan akan mengurangi konsumsi minyak.


Sebelum isu La Nina membuat cemas sebagian pelaku pasar, kontrak CPO diperdagangkan lebih rendah dari penutupan harga sehari sebelumnya. Pelemahan harga minyak mentah menjadi penyebab utama penurunan harga komoditas tersebut. (Lutfi Zaenudin) (berliana.elisabeth@bisnis.co.id)


Oleh : Deddy Saleh (Bappebti)

Sumber : Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar